Wednesday, February 1, 2017

Kotbah: Minggu, 26 Pebruari 2017 - Masmur 2:1-12

Hatorangan ni Jamita

TAMPIL SEBAGAI ANAK
YANG DIURAPI

Jamita : Masmur 2:1-12
Sibasaon : 2 Petrus 1:16-21
Minggu, 26 Pebruari 2017
Minggu Estomihi
 






Pendahuluan

Kitab Mazmur atau sering disebut dengan Kitab Zabur, Inggris: "The Psalms", bahasa Ibrani "mizmor" , dalam Alkitab berbahasa Ibrani diberi Judul "tehillim" dan Septuaginta: " psalmos" yang adalah istilah teknis untuk satu kidung yang dinyanyikan dengan iringan instrumen musik. Sejarah Israel yang panjang itu telah memperlihatkan bahwa mereka memiliki nyanyian rohani bahkan dinyatakan sangat berharga, karena melekat di hati mereka sehingga tidak dapat dihapus. Nyanyian Musa dan Miryam (Kel. 15: 1-8,21) merupakan salah satu contohnya. Di samping itu para nabi pun memiliki nyanyiannya sendiri misalnya: Yesaya 5: 1-7 (Nyanyian Kebun Anggur), Yehezkiel 19 (Nyanyian Ratapan Yehezkiel), Hosea 6:1-3 (Seruan atas kegagalan umat mengandalkan Tuhan), Habakuk 3 (Doa Habakuk). Artinya bahwa di dalam Perjanjian Lama, himne atau nyanyian rohani merupakan jenis sastra yang populer. Kitab Mazmur sebagai salah satu kitab nyanyian, kemudian dikelompokkan sesuai sifatnya, dengan Mazmur Daud, Mazmur bani Korah (mazmur pengajaran), Mazmur dari Asaf, Nyanyian Ziarah, Mazmur 'hodu" atau yang awalannya selalu dimulai dengan perintah 'bersyukurlah', Mazmur 'haleluya'(yang awal dan akhirnya memberi perintah 'pujilah Tuhan', yang lain diurai menjadi Mazmur Ziarah, Mazmur kutukan dan yang lainnya. Secara khusus, Mazmur 2 yang menjadi perikop khotbah ini merupakan sebuah Mazmur yang muncul karena terjadinya kekacauan politik di antara bangsa-bangsa, dengan adanya upaya bangsa asing untuk menggagalkan rencana Allah atas bangsa-Nya, Israel. Hal itulah yang melata belakangi munculnya nubuat tentang Juruselamat, artinya bahwa sering kali terjadi kegagalan sejarah yang menyebabkan munculnya janji-janji zaman keselamatan maupun Mesias itu sendiri.

Penjelasan Nas
Perikop ini, merupakan mazmur yang berbeda dengan mazmur yang lain, karena yang hampir umum dalam keseluruhan kitab Mazmur, sesudah ada judul, maka diikuti langsung oleh nama pengarang baik pribadi atau kelompok, bahkan dengan tujuannya. Namun pasal 2 ini, langsung berbicara tentang kondisi yang dihadapi bangsa-bangsa yakni 'rusuh', dengan sebuah pertanyaan : Mengapa bangsa-bangsa rusuh? Itu artinya secara langsung dapat dikatakan bahwa penulis Kitab itu adalah seorang yang berurusan dengan bangsa, mungkin politikus atau paling tidak seseorang yang memberikan perhatian besar atas sebuah kondisi bangsa yang sedang kacau oleh perpolitikan yang tidak menentu. Bertitik tolak dari latar belakang itulah, pemazmur melalui teks ini menuntun kita sebagai anak-anak yang diurapi Tuhan berkarya di kekinian, dengan:

a.   Memiliki Kepekaan (sensitifitas) yang tinggi dan terus mengasahnya
Pemazmur (penulis) dalam teks nampaknya begitu bergumul, prihatin atas kehidupan rakyat, juga atas para pembesar, serta raja-raja yang bersekongkol untuk menentang atau melawan Tuhan. Melihat dan menyaksikan persekongkolan yang dilakukan seorang atau sekelompok orang untuk menentang Tuhan, tentu bukanlah hal yang menyenangkan bagi orang yang benar atau paling tidak masih memiliki hati yang murni. Orang yang mengetahui tugas dan fungsinya dalam kehidupan ini mestinya mengetahui apa yang diinginkan Tuhan dan apa yang tidak diinginkan-Nya. Jadi persekongkolan jahat yang dilakukan penguasa, raja, pemimpin, orang-orang kaya merupakan penghianatan kepada Tuhan itu sendiri dan tidak jarang hal itu ditemukan di segala zaman. Pertanyaannya adalah: Siapa yang mau buka suara untuk mengatakannya? Siapa yang mempunyai keberanian untuk menegur dan mengingatkannya? Siapa yang masih memiliki hati yang taat dan tunduk kepada Tuhan di era ini? Dari sinilah kita belajar hal yang sangat penting dari teks yakni masih adanya orang yang memiliki hati yang murni yang mampu melihat kebenaran dan kebenaran Allah di muka bumi ini, itulah pemazmur. Pemazmur tidak memadamkan kepekaannya akan kebenaran dengan bersikap cuek atau tidak peduli. Dia tidak membiarkan hidupnya dikuasai oleh cara berpikir massive yang mengatakan: "Ini dunia dan nikmati", melainkan dalam kepekaannya dia bergumul, berjuang dan memperhadapkannya dengan kebenaran Firman Tuhan dan Tuhan itu sendiri. Dia tidak mengatakan bahwa ini dunia dan itu wajar, tetapi Dia sadar akan firman Tuhan dan terus bergumul atasnya, karena hanya orang yang mengetahui kebenaran, yang memikirkan kebenaran itu, dan hidup di dalamnya, itulah yang dapat bersuara tentang kebenaran, karena kebenaran itu keluar dari hati yang benar.

b. Meyakini bahwa Tuhan selalu menyertai orang-orang yang diurapi-Nya
Pada bagian ini pemazmur mengakui keberadaan Tuhan yang ada bersama dengan yang diurapi-Nya. Pertanyaan: Siapa yang diurapi? Tentu pemikiran kita tidak akan langsung melompat kepada Yesus Kristus sebagai Mesias yang diurapi Allah, ketika di ayat 2 dalam perikop dibicarakan tentang yang diurapi. Dalam konteks Perjanjian Lama, memang sangat banyak nubuat yang berbicara tentang Mesias, Anak Allah yang dijanjikan, yang nantinya nyata di dalam Kristus Yesus. Namun di sini, yang diurapi itu adalah orang-orang yang dipilih oleh Tuhan dengan cara-Nya yang khusus, untuk bergerak, bertugas melakukan pelayanan sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Tugas-tugas itu adalah sebagai hakim, raja, nabi, imam serta pemimpin lainnya. Mereka dalam menjalankan tugasnya, diawali dengan penerimaan urapan/tahbisan atau peminyakan atas kepala mereka sebagai tanda bahwa Allah menyertai mereka. Dengan demikian berarti bahwa mungkin saja si pemazmur adalah salah satu orang yang dipilih Tuhan itu, dan sudah dimiliki sehingga memiliki kemampuan melihat kebenaran, menyatakan kebenaran itu. Bahkan keberanian pun ada padanya oleh penyertaan Tuhan, sehingga tidak perlu takut ataupun cemas. Orang yang diurapi itu bisa seorang raja atau pemimpin yang memiliki hati yang murni sesuai dengan panggilannya sehingga dalam pergumulannya atas raja-raja (yang jahat) dan bangsa lain meyakinkan  dirinya dan bangsanya bahwa Tuhan menyertai mereka. Penyertaan Tuhan menjadi kekuatan, andalan dan senjata dalam menghadapi musuh. Dalam ayat selanjutnya terlihat dengan sangat jelas bagaimana pemazmur meyakinkan umat bahwa belenggu yang mengikat setiap orang terhadap persekongkolan, serta tali-tali yang dipergunakan sebagai pengikat itu dapat dengan segera diputuskan bahkan dibuang jika setiap orang percaya dan mengandalkan Tuhan (ay 3).

c. Tiap-tiap yang diurapi Tuhan mengandalkan Tuhan dalam hidupnya
Dalam kesombongan dan keangkuhannya, para pembesar, para pemimpin dan raja-raja bertindak dengan semaunya, mereka tidak perduli dengan kehidupan, dengan kemanusiaan, mereka melakukan segala sesuatu sesuai dengan maunya tanpa pernah memikirkan apakah ini sesuai dengan kehendak Tuhan atau tidak. Permufakatan yang mereka buat bukan untuk melihat dan mendengar Allah dan menggumuli Firman-Nya melainkan untuk melawan dan menentang-Nya. Tindakannya mendukakan hati Tuhan, namun pemazmur dalam hal ini, terus mendorong umat percaya, umat yang dipilih dan diurapi Tuhan untuk yakin sepenuhnya dan mengandalkan-Nya dalam hidup, karena bagi pemazmur Allah itu berada di pihak umatNya, bukan di pihak lawan (ay 4). Dia tetap melakukan karyaNya (ay 6) meski penentang-penentang banyak, Dia menaruh kita di kelompok persekutuan umatNya (ay 7), Dia memenangkan umat-Nya bahkan di masa tersulit sekalipun. Sejarah sudah membuktikan bagaimana orang-orang yang diurapi Tuhan telah melakukan hal-hal yang tidak disangka dan diduga orang lain. Mereka mengalahkan musuh yang dari segi kualitas dan kuantitas tidak dapat disamakan, mereka memperlihatkan mujizat, mereka menyembuhkan berbagai jenis penyakit, mereka memutuskan rantai-rantai pengikat dari besi, mereka memperlihatkan kuasa dan kebesaran Allah. Karena selalu mengandalkan Tuhan, maka Tuhan sendirilah yang berkarya melalui mereka.

d. Orang yang diurapi Tuhan itu memiliki ibadah yang benar.
Ajakan pemazmur sangat jelas dan ditujukan kepada segala arah, yakni kepada para pembesar-pembesar, raja dan pemimpin yang congkak untuk dapat melihat Tuhan, bertobat dan kembali kepada Tuhan. Artinya, bahwa jalan dan pintu tetap terbuka bagi setiap orang untuk datang dan kembali kepada Tuhan. Ajakan pemazmur bagi para pembesar atau raja merupakan teguran supaya setiap orang (mereka) tidak membanggakan diri dan kekuatannya serta kekuatan serdadu yang ada padanya, melainkan agar mereka bergerak mengenali diri mereka dan siapa Allah. Mereka diajak menuju sebuah ibadah di dalam Tuhan. Bagi Allah, segala kecongkakan dan keangkuhan tidak berarti apa-apa, karena dalam sekejap Tuhan bisa hancurkan dan tungganglanggangkan semuanya itu. Namun, pemazmur tidak berdiri dalam satu titik kehidupan yang kaku, dan tidak berubah. Kasih Allah baginya tetap, bisa dialirkan bagi mereka yang datang dengan penyesalan diri dan ibadah yang benar. Di samping itu pemazmur juga tetap mengajak umat Tuhan untuk tetap sadar akan kuat dan kuasa Tuhan.

3. Pengenaan
Sudah dalam beberapa dekade belakangan disebut bahwa dunia ni sudah semakin tua, bukan karena bencana alam silih berganti, melainkan karena keegoisan yang dimiliki oleh umat manusia yang hidup di dalamnya semakin menjadi-jadi. Tidak jarang kita menyaksikan di berbagai berita tentang seorang anak manusia wafat di tengah hiruk pikuk metropolitan tanpa seorang pun manusia di sekitarnya yang mengetahui. Ini merupakan salah satu bentuk dari betapa manusia makin menipis atau kurang keperdulian (baca: sensitifitas) akan kehidupan yang lainnya. Banyak pemimpin tidak berlaku sebagaimana semestinya pemimpin yang memperhatikan, melindungi, mendukung dan membebaskan tetapi justru melakukan yang sebaliknya, menindas, memaksa, menjajah, memperbudak. Ada raja yang menggunakan kekuasaannya untuk meraup keuntungan semata tanpa melihat yang dirajainya apakah sudah hidup layak atau tidak. Menurut pemazmur, mereka adalah para pemimpin dan penguasa yang tidak benar, karena mereka menutup kebenaran kepada umat lainnya. Orang-orang yang diurapi Tuhan masa kini; yang tampil dalam pelayanan besar maupun kecil dalam scope luas maupun sempit; orangtua, penatua, politisi, pendeta, pemimpin partai, eksekutif ataupun judikatif, seharusnya merupakan-orang-orang yang memiliki kepekaan (sensitifitas) yang tinggi akan kebenaran yang didasari dari Firman Tuhan.

Jika kita bertanya kepada diri kita sebagai umat Tuh Apakah kita termasuk orang yang diurapi? Mungkin si bagi kita memberikan jawabannya, karena sebenarnya bukan jawaban 'ya' atau 'tidak' yang menjadi pok persoalannya, melainkan apakah dengan urapan itu, k sudah berlaku dan bertindak benar? Pengurapan yang datang dari-Nya membuat kita mengetahui secara per; apa yang Tuhan inginkan. Apakah yang Tuhan inginkan, dari seorang ibu, dari seorang guru, dari seorang Wal Rakyat, dari seorang Bupati, dll? Jika kita mengetahui apa yang diinginkan Tuhan namun tidak melakukannya maka  sayang sekali kita mengatakan: "Aku sudah diurapi Tuhan!" Urapan Tuhan membuat kita menggumulinya di dalam kehidupan kita terus-menerus sehingga ketika berpikir, berlaku, bertindak haruslah sesuai dengan itu. Orang yang diurapi memilih pengetahuan akan Tuhan, diberi kemampuan oleh Tuhan untuk melakukan perkara-perkara yang besar serta disertai oleh Tuhan menghadapi situasi macam apa pun. Urapan Tuhan itu merupakan bukti bahwa tangan-Nya terus terulur untuk memberkati kita.

Apakah hidup kita sudah tiap-tiap waktu mengandalkan Tuhan? Ada banyak orang yang merasa puas dan sukses melakukan sebuah pekerjaan meskipun kecil, karena ada sukacita, merasa ditolong dan ditopang oleh Tuhan, oleh karenanya rasa syukur tidak henti-henti terucap. Mereka menganggap bahwa Tuhanlah yang membuatnya sukses mereka mempersembahkannya untuk hormat dan kemuliaan bagi Tuhan.


Sebaliknya, ada orang yang merasa sudah melakukan perkara besar, kerja kerasnya telah membuat namanya menjadi besar, dikenal banyak orang, namun kebahagiaan tidak dimilikinya, karena semuanya dilakukan untuk dirinya, dengan logikanya, mengandalkan kekuatannya sendiri. Keletihan ada padanya. Bedanya, keduanya ada pada motivasinya, yakni kepada siapa dan untuk siapa semuanya itu dilakukan? Mengandalkan Tuhan adalah meminta Tuhan menolong jauh sebelum itu terjadi. Mengandalkan Tuhan adalah percaya bahwa yang dilakukan itu sesuai dengan kehendak-Nya bukan kehendak kita. Mengandalkan Tuhan itu, menyerahkan sepenuhnya agar Tuhan yang berkarya atas seluruh pekerjaan itu. Mengandalkan Tuhan: percaya dan menyerahkan semua yang dilakukan untuk Tuhan. d. Sebuah lagu dari Pelengkap Kidung Jemaat No 264 " Apalah Arti Ibadahmu " dalam syairnya mengatakan "apalah arti ibadahmu kepada Tuhan, jika tiada rela sujud dan sungkur, apalah arti ibadahmu bila tiada hati tulus dan syukur... " Artinya bahwa ibadah yang sejati di hadapan Tuhan itu adalah ibadah dengan hati yang tulus, rasa syukur kepada Tuhan. Ibadah yang sejati adalah persembahan yang hidup dan berkenan bagi-Nya. Ibadah sejati adalah mengasihi sesama. Ibadah sejati adalah ibadah yang murni hanya untuk hormat dan kemuliaan bagi Tuhan. Oleh sebab itu beribadahlah bagiNya dengan sukacita. Amin

No comments:

Post a Comment